Postingan Terbaru

Radio antara Nostalgia dan Kehampaan di Zaman Ini

Gambar
Ilustrasi | Pexels.com/ Phil Nguyen Eksistensi radio di zaman ini, mungkin menjadi salah satu yang tertua atau bisa dibilang juga jadi ajang untuk nostalgia bagi para pendengarnya. Hal semacam itu pun mampu memunculkan kembali ingatan atau kehampaan yang mungkin saja sudah terkubur dalam-dalam di ruang hati.  Dalam perjalanannya zaman, tentu radio masih eksis sampai kini dan menjadi salah satu wadah bagi para penggemarnya untuk mengirimkan salam atau menyebarkan berita-berita terkini. Kemudian, radio antara nostalgia dan kehampaan di zaman ini mampu menjadikan sebuah peristiwa yang menyenangkan di kala menjadi teman ngopi di dalam rumah.  Namun, harus bisa dimengerti juga bahwa radio pun menjadi salah satu yang amat penting untuk menunjang informasi atau hiburan di zaman ini. Memang kebanyakan di zaman ini, radio dijadikan tempat iklan untuk produk-produk herbal, tapi hal semacam itulah yang mampu membuat radio ini tetap mampu untuk mengudara.  Persoalan semacam itu mungk...

Bekas Kakak

Bekas Kakak


Langit sudah berubah warna menjadi hitam. Aku sendiri sangat sibuk untuk mengurus keperluan sekolah dan pastinya mempunyai hasrat terhadap barang-barang yang ingin dipakai. Namun, aku yang sebagai seorang adik paling bungsu dari ketiga bersaudara, tentu harus mempunyai kesabaran ekstra tinggi. 

"Pah, ransel aku sudah bolong!" Aku memperlihatkan yang bolong itu kepada Papah. "Aku ingin punya ransel yang baru lagi, Pah!" lanjutku, sambil merengek. 

"Oh, itu. Tenang saja, De. Tuh! Ada bekas kakak masih bagus. Pakai saja!" Papah sambil menunjuk ransel yang digantungkan di paku. 

Hmmm! 

Aku sendiri hanya bisa menahan kesedihan, kekesalan, kemarahan, dan semua rasa bercampur aduk di dalam jiwa. Namun, aku tak mungkin untuk mengeluarkan semua rasa itu di hadapan Papah. Kemudian, seorang lelaki tua yang paling dihormati dan dicintai berjalan untuk mengambil ranselnya dan langsung memberikan kepadaku.

"Pah, ini ranselnya besar banget!" Niatku memprotes pemberian Papah. Namun, Papah hanya bisa menjawab, "Pakai saja yang itu, De. Ntar, papah beliin yang baru kalau kamu dapat rangking yang bagus." 

Ah, bohong! Pasti, hanya omong doang. Aku memanyunkan bibir. 

"Gimana, suka?" tanya Papah di sampingku. 

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum dan tidak ingin memperlihatkan wajah yang tak suka.

"Alhamdulillah," ucap Papah, lalu memegang pundakku sambil memanjatkan doa-doa yang terbaik. 

"Pah, aku ingin sepatu! Sepatu yang kemarin itu sudah nggak muat lagi, Pah."

"Bentar!" Papah langsung berjalan ke dapur. Kemudian, beliau balik lagi membawa sepatu bekas Kakak lagi. 

"Pah, itu sepatu untuk siapa?" tanyaku dengan wajah datar. 

"Kamu, sementara pakai saja ini, ya!" pinta Papah, "ini juga masih bagus, kok." Kemudian, beliau memperlihatkan sepatu yang dibawanya kepadaku. 

Hmmm!

Lagi dan lagi aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Mau marah, kesal, nolak, dan semuanya, aku pun tak bisa.

"Pah, kalau baju dan celananya masih ada, bekas kakak?" Aku langsung menanyakan saja ke Papah dengan pakaian-pakaian bekas Kakak. 

"Emang pakaian sekolahnya sudah nggak muat, ya?" Papah balik tanya.

"Iya, Pah. Sudah kecil, Pah." 

"Tenang saja, De! Kalau masalah pakaian masih ada, kok, di lemari masih tersimpan dengan rapi," ucap Papah. "Bentar!" Papah berjalan menuju kamar Kakak. Kemudian, balik lagi membawa pakaian putih biru. 

"Mana, Pah?" 

"Nih, De!" Papah memberikan pakaian putih biru yang dipegang kepadaku. 

Aku langsung menerimanya lalu mengayunkan kaki menuju kamar. Hati menjadi teriris ketika aku melihat pemberian Papah ini. Namun, seorang anak harus patuh kepada orang tua dan itulah yang membuat jiwa ini masih kuat untuk menahan kesedihan, kesal, marah, dan semua rasa yang bercampur aduk di hati. 

Sesampainya di kamar, aku hanya bisa merenung dan meneteskan air mata yang dari tadi ditahan di hadapan Papah. Selagi aku masih ada di kamar, semua rasa yang terkandung di dalam jiwa pun dikeluarkan. Dan setelah itu, aku sampai ketiduran sampai pagi. 

Aku pun terbangun oleh suara ketukan pintu yang keras sehingga sangat menerobos telinga. Suara Papah yang memanggil-manggil namaku pun membuat jiwa ini tersentak kaget. 

"Ada apa, Pah?" tanyaku dengan wajah yang masih terlihat kantuk. 

"Bukanya sekarang ini, sekolah?" Papah malah balik tanya. "Jadi, ayo sana mandi!" suruhnya.

"Iya, Pah. Aku ke kamar mandi dulu, ya!" 

Setelah sampai kamar mandi, aku melihat kembali bekas Kakak. Kemudian kuberkata, "Hadeuh! Sampai sabun pun bekas mandi kakak. Hadeuhh! Sabar ... sabar ...."[]


2020

Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

Mengenal Tari Topeng Cirebon, Sejarah, Jenis, dan Filosofi yang Terkandung dari Keindahannya, Silakan Disimak!

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Kue Kontol Sapi, Makanan Unik Khas Cilegon

Batu Hitam yang Terluka