Radio antara Nostalgia dan Kehampaan di Zaman Ini
![]() |
| Foto: Seren Taun Cigugur, Kuningan | kebudayaan.kemdikbud.go.id |
Setiap wilayah, tentu mempunyai tradisi atau adat istiadat yang berbeda-beda. Oleh karena itu, hal semacam itu pun menjadikan sebuah keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Kemudian, Kuningan pun memiliki salah satu acara adat yang menarik untuk diketahui. Ya, tradisi yang sering dilakukan di Cigugur, Kuningan itu ialah Upacara Seren Taun yang bertempat di Paseban Tri Panca Tunggal selama tujuh hari berturut-turut.
Upacara adat ini sering dilakukan setiap tahunnya dan sudah hidup di Kuningan sejak puluhan tahun lalu. Ya, lebih tepatnya, seren taun merupakan salah satu tradisi yang bertujuan untuk ungkapan rasa syukur masyarakat Sunda atas suka dukanya dalam hal pertanian. Kemudian, upacara ini dilakukan pada bulan Rayagung dalam kalender Sunda, tepatnya tanggal 22.
Memang, harus bisa diketahui lebih dalam lagi bahwa upacara ini pun ada proses-prsosesnya kalau ingin mencapai puncaknya. Ya, dua hari sebelum mencapai puncak upacara, biasanya dilakukan ngajayak (menjemput padi) lalu dilanjutkan dengan upacara penumbukan padi. Nah, hal semacam itu pun menjadi salah satu proses yang dilakukan di upacara ini.
Banyak hal yang menarik dalam upacara ini karena tak hanya upacara saja. Namun, ada juga pagelaran budaya yang bisa dinikmati. Jadi, hal semacam itu pun bisa menjadi salah satu daya tarik untuk para wisatasan domestik atau mancanegara. Kemudian, tak hanya itu saja! Namun, ada arti lain dari dipilihnya tanggal 22 itu untuk upacara ini. Kemudian, artinya seperti apa, sih?
![]() |
| Foto: Warga Menumbuk Padi | m.republika.co.id |
Tanggal 22 diambil itu bukan hanya pemilihan angka saja. Namun, sebelum masuk ke dalam angka 22 itu tadi di atas juga dituliskan sebelum masuk puncak itu ada proses-prsosesnya. Nah, dipilihnya angka delapan belas atau dalam bahasa Sunda itu dibaca dalapan welas. Oleh karena itu, dalapan welas bisa berkonotasi welas asih yang artinya cinta kasih serta kemurahan Tuhan yang telah memberikan kehidupan di bumi.
Kemudian, tanggal 22 itu berarti atau memiliki makna sendiri, yaitu bilangan 22 itu terdiri dari bilangan dua puluh dan dua. Nah, hal semacam itu pun menyesuaikan kepada acara puncak yang menumbuk padi sebanyak dua puluh kwintal. Kemudian, hasil tumbukan itu dibagikan lagi kepada masyarakat, sedangkan dua kwintalnya disimpan untuk digunakan sebagai benih.
Bukan hanya itu saja! Namun, ada juga makna yang lain, yaitu dua puluh itu merefleksikan unsur anatomi tubuh manusia, sedangkan dua itu, yaitu menggambarkan pengertian ada siang-malam, baik-buruk, suka-duka, dan sebagainya. Nah, hal semacam itulah yang menandakan bahwa angka 22 itu bukan hanya sebuah pilihan saja. Akan tetapi, ada makna yang baik di dalamnya.
Upacara ini pun sudah bisa diketahui bahwa salah satu objek yang utamanya di sini, yaitu padi. Sebab, padi ini pun bisa melambangkan kemakmuran. Bukan hanya itu saja! Namun, daerah Kuningan atau daerah Sunda lainnya adalah penghasil pertanian dengan berbagai kisah klasiknya. Ya, salah satunya seperti Losah Pwah Aci Sahyang Asri yang memberikan kesuburan kepada petani atas perintah atau utusan Jabaning Langut yang turun ke bumi.
Cerita Pwah Aci atau lebih dikenal dengan Dewi Sri pun menjadi salah satu tokoh yang melegenda dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat agraris Sunda. Oleh karena itu, hal yang semacam tari pun tercipta, yaitu tari pwah aci pun memiliki arti seni spiritual yang ada di dalamnya.
![]() |
| Foto: Seren Taun | Diskominfo Kabupaten Kuningan/Dokumen |
Tak sampai situ saja! Upacara ini pun tak lepas dari Dawar Sewu, gelaran budaya yang mengawali Upacara Seren Taun Cigugur, Kuningan. Ya, hal semacam ini pun menggambarkan proses perjalanan kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun sosial. Jadi, hal semacam itu pun bisa dikatakan sangat mendalam maknanya.
Setelah itu, ada juga penampilan tarian adat Sunda atau tari buyung yang menggambarkan masyarakat Sunda dalam mengambil air. Kemudian, pesta yang terakhir dilakukan di upacara ini adalah pesta dadung atau upacara sakral di Mayasih. Pesta dadung ini dilakukan untuk upaya meruwat dan menjaga keseimbangan alam agar tak diganggu oleh hama dan unsur negatif lainnya.
Hal semacam ini pun menjadi salah satu tradisi yang menarik bagi masyarakat Kuningan dan sekitarnya. Bahkan, tak jarang juga sangat sukses untuk menarik perhatian para wisatawan dari penjuru negeri atau luar negeri. Kemudian, hal semacam ini pun kalau dilihat dari kebudayaan bahwa sudah ada sejak zaman dulu. Oleh karena itu, upacara-upacara ini harus tetap terjaga agar selalu dilakukan setiap tahunnya.
Ya, salah satu acara ini pun bisa menggambarkan, inilah tradisi Kuningan! Inilah Kuningan! Oleh karena itu, hal semacam ini pun bisa menjadi salah satu ajang destinasi wisata di daerah Kuningan. Kemudian, masyarakat Sunda pun bisa mengenal bahwa seperti inilah salah satu tradisi yang ada di daerahnya.[]
Komentar
Posting Komentar