Postingan Terbaru

Radio antara Nostalgia dan Kehampaan di Zaman Ini

Gambar
Ilustrasi | Pexels.com/ Phil Nguyen Eksistensi radio di zaman ini, mungkin menjadi salah satu yang tertua atau bisa dibilang juga jadi ajang untuk nostalgia bagi para pendengarnya. Hal semacam itu pun mampu memunculkan kembali ingatan atau kehampaan yang mungkin saja sudah terkubur dalam-dalam di ruang hati.  Dalam perjalanannya zaman, tentu radio masih eksis sampai kini dan menjadi salah satu wadah bagi para penggemarnya untuk mengirimkan salam atau menyebarkan berita-berita terkini. Kemudian, radio antara nostalgia dan kehampaan di zaman ini mampu menjadikan sebuah peristiwa yang menyenangkan di kala menjadi teman ngopi di dalam rumah.  Namun, harus bisa dimengerti juga bahwa radio pun menjadi salah satu yang amat penting untuk menunjang informasi atau hiburan di zaman ini. Memang kebanyakan di zaman ini, radio dijadikan tempat iklan untuk produk-produk herbal, tapi hal semacam itulah yang mampu membuat radio ini tetap mampu untuk mengudara.  Persoalan semacam itu mungk...

Manusia Berwajah Kaca



Sepeninggal Alina tiga tahun yang lalu, saya malah sering melihat manusia berwajah kaca itu berjalan di depan rumah dengan pakaian seadanya. Saya pun mengerutkan kening lalu memikirkan dari mana asal manusia berwajah kaca itu.

Entah, karena apa manusia berwajah kaca itu sering melihat ke arah rumah saya? Bahkan, manusia itu sering juga mematung sebentar di depan pagar rumah saya. Kemudian, kadang juga pikiran ini berputar dan mencari jawaban yang sampai detik ini tak pernah terjawab.

Manusia berwajah kaca itu sering memakai kerudung dan gamis warna hitam ketika lewat depan rumah saya. Kemudian, saya pun hanya bisa melihat dari kejauhan saja kalau ketika manusia itu sedang lewat. Hmm. Manusia berwajah kaca itu pun selalu saja menghindar sewaktu mau ditanya oleh saya ini.

Ini hal yang begitu membingungkan, kata saya pelan ketika itu. Kemudian, dada saya pun semakin naik turun saja ketika melihat manusia itu yang bisa terbilang malu-malu ataupun lainnya. Namun, entahlah!

Dalam keadaan siang sewaktu itu, saya duduk di beranda rumah sambil memikirkan manusia berwajah kaca itu yang sulit untuk ditanya. Dari bayang-bayang yang selalu terngiang pun cukup sulit untuk menggambarkan manusia itu, apakah sedang sedih sehingga selalu lewat depan rumah saya ataupun lainnya. Namun, dari balik semua itu saya pun sangat penasaran dengan manusia itu bahwa datang dari mana sehingga bisa terlihat di sini.



"Sedang apa, A?" tanya Ibu ketika saya memikirkan manusia berwajah kaca itu. 

Saya pun memadang Ibu yang langsung duduk di kursi beranda rumah. Kemudian, menjawab, "Tadi, ada yang lewat manusia berwajah kaca, Bu."

"Apaan?" tanya Ibu yang tampak kaget ketika mendengar jawaban saya. "Jangan ngada-ngadalah A, mana mungkin zaman sekarang ada manusia berwajah kaca," tambah Ibu di depan saya.

"Iya, Bu. Tadi, ada lewat depan rumah," kata saya sambil menunjuk ke arah gerbang rumah.

"Ah, ibu mah, tak percaya. Mungkin, semua itu efek kamu ditinggalkan Alina, mungkin?" Ibu pun malah berprasangka bahwa semua itu efek dari Alina. 

Entahlah, saya pun menggeleng-gelengkan kepala lalu mengerutkan kening sambil tangan kanan mengetuk-ngetuk kepala tanda bingung.


***


Dalam keheningan suasana, manusia berwajah kaca itu lewat depan rumah saya dengan memakai kerudung warna hitam. Kemudian, saya pun terus mengintip dari balik jendela tengah rumah. Dalam momen itu, saya benar-benar memerhatikan manusia itu dengan serius lalu secara perlahan-lahan menghitung waktu untuk mendekatinya.

Namun baru saja beberapa detik, manusia berwajah kaca itu langsung berjalan kembali membelah jalanan. Saya menjadi bingung ketika itu dan berprasangka bahwa manusia itu sepertinya mengenali orang yang berada di dalam rumah ini. 

Beberapa menit kemudian, saya langsung berlari untuk keluar rumah lalu melihat ke arah mana manusia itu berjalan. Namun, sialnya! Manusia berwajah kaca itu benar-benar cepat sekali berjalannya sehingga terlihat samar-samar oleh mata ini.

Duh, sudah jauh lagi, kata saya pelan yang mematung di depan gerbang rumah. Kendaraan roda empat maupun dua pun banyak yang berlalu-lalang di depan rumah ini sehingga menciptakan keramaian. Saya pun menarik napas panjang lalu mengeluarkan secara perlahan-lahan untuk mengontrol keadaan, sedangkan pikiran ini terus bergelut dengan keinginan yang ingin menemui manusia itu.

Setelah beberapa menit mematung di depan gerbang rumah, saya pun memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumah untuk mengambil ponsel. Di dalam halaman pun cuaca sangat panas sehingga menyerang tubuh ini, sedangkan daun-daun pun tampak bergoyang menandakan bahwa angin cukup besar.

Ada hal yang sulit terbayangkan ketika angan-angan menghampiri dalam pikiran. Saya menyentuh semua yang berada di depan untuk menjawab angan-angan itu. Kemudian, dada ini pun masih naik turun sampai tubuh merasakan ada getaran yang mendalam. Dalam suasana yang penuh tanda tanya itu saya pun bermain ponsel untuk mencari informasi tentang manusia berwajah kaca itu.



Alangkah sialnya, mungkin dunia pun tak menginginkan saya mengetahui siapa yang berada di balik manusia berwajah kaca itu sehingga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja. Informasi tak ditemukan; zonk. Kemudian, saya pun memutuskan untuk keluar rumah untuk mencari dan siapa tahu saja bisa bertemu dengan manusia berwajah kaca yang sering lewat di depan rumah.

Berjalan santai menikmati panorama jalanan dengan memakai pakaian seadanya membuat saya begitu nyaman dan hati pun sungguh tenteram. Namun, perjalanan pun terasa panas ketika matahari berhasil menyorot pundak saya, sedangkan kendaraan-kendaraan yang berada di jalanan terlihat ingin sekali berteriak bahwa merasa panas juga.

Setelah hampir setengah jam saya mencari manusia berwajah kaca itu, akhirnya hanya mendapatkan rasa capek saja. Saya tak berhasil menemukan manusia yang sering terngiang-ngiang dalam pikiran ini hingga akhirnya saya mematung sebentar di depan toko sepatu. Kemudian, saya pun menahan saliva dan pikiran ini malah ke mana-mana memikirkan manusia itu.

Apakah ini efek ditinggalkan oleh Alina? Tanya saya pelan yang takbisa menembus suara kendaraan di depan mata. Kemudian, dalam suasana yang maju pun rasanya akan sangat sulit untuk bisa menemukan manusia berwajah kaca itu. Sampai akhirnya, saya pun memutuskan untuk duduk saja di depan toko.

Saya pun menggeleng-gelengkan kepala dan benar-benar merasa sendirian dalam keramaian jalanan di depan mata. Kemudian, berpikir bahwa manusia berwajah kaca itu tak akan bisa didekati walaupun hanya sekadar untuk ditanya. Saya menggaruk-garuk kepala yang tak gatal lalu mengerutkan kening bahwa kehidupan manusia itu tak harus selalu diketahui oleh semua orang.(*)


2023

Komentar

Posting Komentar

Tulisan Favorit Pembaca

Mengenal Tari Topeng Cirebon, Sejarah, Jenis, dan Filosofi yang Terkandung dari Keindahannya, Silakan Disimak!

5 Cakupan Tindak KDRT dan Akibat yang Bisa Terjadi, Pasutri Wajib Tahu!

Mari Berkenalan dengan Gurita Teleskop, Penghuni Laut Dalam!

Kue Kontol Sapi, Makanan Unik Khas Cilegon

Batu Hitam yang Terluka